Pendahuluan
Hukum berfungsi untuk menciptakan dan menjaga ketertiban serta kedamaian di dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu terdapat adagium "Ibi ius ubi Societas ", (dimana ada masyarakat disitu ada hukum).
Dalam perkembangan hukum, dikenal dua jenis hukum yaitu: hukum Privat dan hukum Publik. Hukum Privat mengatur hubungan antara orang perorangan, sedangkan hukum publik mengatur hubungan antara negara dengan individu.
Perkembangan hukum berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat. Menurut mazhab Jerman, perkembangan hukum akan selalu tertinggal dari perkembangan masyarakal. Perkembangan di dalam masyarakat, menyebabkan pula perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap hukum. Kondisi demikian mendorong terjadinya perkembangan di bidang hukum privat maupun hukum publik. Kegiatan yang pesat di bidang ekonomi misalnya, menurut sebagian masyarakat menyebabkan peraturan yang ada di bidang perekonomian tidak lagi dapat mengikuti dan mengakomodir kebutuhan hukum di bidang ini, sehingga dibutuhkan aturan yang baru di bidang hukum ekonomi.
Hukum Ekonomi Keuangan merupakan salah satu bagian dari Hukum ekonomi yang salah satu aspeknya mengatur kegiatan di bidang Pasar modal. Marzuki Usman menyatakan pasar modal sebagai pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar Modal merupakan tempat dimana dunia perbankan dan asuransi meminjamkan dananya yang menganggur. Dengan kata lain, Pasar Modal merupakan sarana moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat atau investor) dengan peminjam dana (pengusaha atau pihak emiten).
Keberadaan pasar modal menyebabkan semakin maraknya kegiatan ekonomi, sebab kebutuhan keuangan (financial need) pelaku kegiatan ekonomi, baik perusahaan perusahaan swasta, individu maupun pemerintah dapat diperoleh melalui pasar modal.
Dalam UUPM, selain dimuat sanksi perdata dan administrasi, juga dilengkapi dengan sanksi pidana yang diatur dalam Bab XV tentang "Ketentuan Pidana" (Pasal 103 Pasal 110). Perumusan sanksi pidana dalam Undang Undang ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelanggaran hukum (tindak pidana) pasar modal, baik yang berkualifikasi sebagai kejahatan, maupun pelanggaran.
Walaupun UUPM telah dilengkapi dengan aturan pidana dengan ancaman sanksi pidana yang berat, namun kenyataannya masih saja ada pelaku pelaku ekonomi yang nakal, seperti adanya dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh 7 (tujuh) perusahaan efek, dalam menentukan harga saham yang mengakibatkan anjloknya harga saham di bursa efek Jakarta (sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Bapepam di SCTV, pada tanggal 14 Januari 2004 yang lalu), serta berbagai praktek penyimpangan lainnya.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka menarik untuk dikaji permasalahan hukum dari tindak pidana pasar modal, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal melalui suatu penelitian berjudul: “PENEGAKAN HUKUM DI DALAM TINDAK PIDANA PASAR MODAL"
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Usaha penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (penegakan hukum pidana). Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik atau atau kebijakan hukum pidana merupakan pula bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy)
Penegakan hukum pidana yang rasional, terdiri atas tiga tahap, mencakup tahap formulasi oleh pembentuk undang-undang yang terkait dengan perbuatan pidana berikut sanksinya, tahap aplikasi yang merupakan tahap penerapan oleh kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, dan kehakiman sebagai aparat yang mengadili dan memutuskan, serta tahap eksekusi oleh aparat eksekusi.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang difokuskan dalam penelitian adalah berkaitan dengan kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, khusus pada tahap formulatif dan pada tahap aplikatif.
Dimasukkannya kebijakan hukum pidana dalam Undang-undang No, 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, ternyata dalam kenyataannya masih saja banyak terjadi tindak pidana pasar modal, karena itu maka, menjadi pertanyaan yang harus dicarikan jawabannya melalui penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Penegakan hukum (pidana) terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku pelaku ekonomi, yang berkaitan dengan pasar modal, selama ini” ?
Pembahasan
Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan keinginan hukum (yaitu pikiran pikiran badan pembuat undang undang yang dirumuskan dalam peraturan peraturan hukum) menjadi kenyataan. Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasi¬kan hubungan nilai nilai yang terjabarkan di dalam kaedah kaedah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lan¬jut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor faktor tersebut. Faktor faktor ini mempunyai yang saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum. Faktor faktor tersebut adalah :
1. hukum (undang undang).
2, penegak hukum, yakni fihak fihak yang mem¬bentuk maupun menerapkan hukum.
3. sarana atau fasilitas yang mendukung pe¬negakan hukum.
4. masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.
5. dan faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Di dalam suatu negara yang sedang mem¬bangun, fungsi hukum tidak hanya sebagai alat kon¬trol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk mela¬kukan pembaharuan atau perubahan di dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound (1870 1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu :
1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana ( tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif.
3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-nilai keadilan serta daya guna.
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu usaha atau proses yang rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.
Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana dalam kegiatan pasar modal, maka konsep penegakan hukum yang dimaksuddalam tulisan ini adalah penegakan hukum dalam arti Law Enforcement. Joseph Golstein, membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu
Pertama, Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif. Penegakan hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana. Disamping itu, hukum pidana substantif itu sendiri memiliki kemungkinan memberikan batasan-batasan. Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut dengan area of no enforcement.
Kedua, Full Enforcement, yaitu Total Enforcement setelah dikurangi area of no enforcement, dimana penegak hukum diharapkan menegakkan hukum secara maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun sulit untuk dicapai (not a realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personal, alat-alat dana dan sebagainya yang dapat menyebabkan dilakukannya diskresi
Ketiga, Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat berjalan apabila, sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain, harus sudah ada perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain, serta adanya pasal yang dilanggar.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas seperti yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta penegakan hukum dalam srti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan peraturan perundang-undangan atau yang lebih dikenal dengan Law Enforcement.
Penegakan hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal
Bapepam adalah lembaga regulator dan pengawas pasar modal, dipimpin oleh seorang ketua, dibantu seorang sekretaris, dan tujuh orang kepala biro terdiri atas;
- Biro perundang-undangan dan Bantuan Hukum
- Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
- Biro Pengelolaan dan Riset
- Biro Transaksi dan Lembaga Efek
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
- Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil.
- Biro Standar dan Keterbukaan.
Bila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka, Bapepam sebagai penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, hingga bila memang telah terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut. Penetapan sanksi akan diberikan atau diputuskan oleh ketua Bapepam setelah mendapat masukan dari bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam. Bila mereka yang dikenai sanksi dapat menerima putusan tersebut. Maka pihak yang terkena sanksi akan melaksanakan semua yang telah ditetapkan oleh Bapepam. Permasalahan akan berlanjut bila sanksi yang telah ditetapkan tersebut tidak dapat diterima atau tidak dilaksanakan, misalnya denda yang telah ditetapkan oleh Bapepam tidak dipenuhi oleh pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran, maka akan dilanjutkan dengan tahap penuntutan, dengan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan penuntutan.
Demikian pula dengan Bursa Efek, sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelaksanaan perdagangan efek, apabila di dalam melakukan transaksi perdagangan efek menemukan suatu pelanggaran, yang berindikasi adanya pelanggaran yang bersifat pidana, lembaga ini akan menyerahkan pelanggaran tersebut kepada Bapepam untuk dilakukan pemeriksaan dan penyidikan.
Kewenangan melakukan penyidikan terhadap setiap kasus (pelanggaran peraturan perundangan pidana) bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 6 (ayat 1) huruf (b). yang menyebutkan :
“Penyidik adalah aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.”
Kewenangan ini merupakan pengejewantahan dari fungsi Bapepam sebagai lembaga pengawas.
Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan bila :
1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal
2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari Bapepam ataupun dari pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam, dan
3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang pasar modal
Di dalam melaksanakan fungsi pengawasan, menurut UUPM Nomor. 8 Tahun 1995 bertugas dalam pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pelaku ekonomi di pasar modal. Dalam melaksanakan berbagai tugasnya ini, Bapepam memiliki fungsi antara lain, menyusun peraturan dan menegakkan peraturan di bidang pasar modal, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran dari Bapepam dan pihak lain yang bergerak di bidang pasar modal, menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, lembaga kliring dan penjaminan, maupun lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lainnya.
Dengan berbagai fungsinya tersebut, Bapepam dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar modal yang teratur, dan efisien serta dapat melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum, Bapepam bersikap proaktif bila terdapat indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal. Dengan melakukan pemeriksaan, dan atau penyidikan, yang didasarkan kepada laporan atau pengaduan dari pelaku-pelaku pasar modal, data tersebut dianlisis oleh Bapepam dan dari hasil tersebut dijadikan konsumsi publik dengan melakukan pemberitaan melalui media massa.
Sejak tahun 1997, Bapepam melaksanakan press release secara berkala kepada masyarakat, antara lain melalui media massa dan media internet. Presss Release yang dikeluarkan oleh Bapepam, merupakan bentuk publikasi dan pertanggungjawaban kepada masyarakat mengenai kondisi, dan keberadaan suatu perusahaan, dan juga kebutuhan masyarakat akan informasi pasar modal lainnya misalnya, bila ada kebijakan perundang-undangan yang baru dari Bapepam. Selain itu pula, kebijakan untuk selalu membuat laporan kepada masyarakat melalui press release ini adalah merupakan perwujudan dari prinsip kejujuran dan keterbukaan (tranparansi) yang dianut oleh lembaga pengawas pasar modal ini.
Dalam laporan penelitian ini, peneliti mengambil data penegakan hukum 5 (lima) tahun terakhir mulai tahun 1999 hingga tahun 2004, untuk mengetahui kebijakan yang ditempuh oleh Bapepam dalam menyelaesaikan kasus-kasus di bidang pasar modal, terutama penyelesaian terhadap kasus-kasus tindak pidana pasar modal.
a. Pada tahun 1999,
Kasus yang diperiksa di tahun 1999 adalah sebanyak 10 kasus, yang terinci sebagai berikut :
• Perdagangan Orang Dalam, sebanyak 1 kasus
• Keterbukaan Informasi, sebanyak 3 kasus;
• Pengendalian Inheren , sebanyak 4 kasus;
• Gagal Serah/Gagal Bayar, sebanyak 1 kasus;
• Manipulasi Pasar, sebanyak 1 Kasus.
Dari kasus-kasus di atas, Bapepam telah melaksanakan pemeriksaan dan telah berhasil menyelesaikan 4 kasus, sedangkan sisanya sebanyak enam kasus masih dalam proses.
Diantara kasus yang diperiksa Bapepam sepanjang tahun 1999, yang paling menarik adalah kasus PT Bank Bali tbk. Dalam kasus ini, tim penyidik Bapepam telah menyampaikan kasus ini ke Kejaksaan Agung, Kasus ini adalah kasus tindak pidana di bidang pasar modal oleh PT. Bank Bali Tbk, yang tidak menyampaikan informasi kepada Bapepam tentang adanya pengalihan piutang pada bank lain.
b. Pada Tahun 2000
Selama tahun 2000, Bapepam telah melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal sebanyak 39 kasus, yang terinci sebagai berikut :
• Perdagangan Orang dalam, sebanyak 2 kasus;
• Keterbukaan informasi, sebanyak 16 kasus;
• Pengendalian Inheren, sebanyak 3 kasus;
• Kegiatan Pasar Modal tanpa Ijin, sebanyak 4 kasus;
• Manipulasi Pasar, sebanyak 6 kasus;
• Transaksi Benturan Kepentingan, sebanyak 6 kasus;
• Informasi Menyesatkan, sebanyak 2 kasus.
Dari sebanyak 39 kasus yang ditangani Bapepam, 28 kasus telah berhasil diselesaikan, sedangkan sisanya sebanyak 11 kasus masih dalam proses. Bapepam juga telah meningkatkan status tiga kasus tindak pidana pasar modal dari tahap pemeriksaan ke dalam tingkat penyidikan.
Salah satu kasus yang menarik sepanjang tahun 2000 adalah kasus penerbitan sekaligus publikasi sebanyak sembilan press release pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2000 oleh PT Lippo e-Net Tbk, dimana beberapa diantara Press release tersebut mengandung informasi yang kurang tuntas dalam penjabarannya, serta kurang didukung oleh fakta-fakta yang dapat menjelaskan informasi di dalamnya. Atas kasus tersebut, Bapepam telah mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada PT. Lippo e-Net Tbk dan para pengurus perusahaan. Selain itu, Bapepam juga mewajibkan kepada Emiten untuk menanggung biaya registrasi sahamnya dalam rangka perdagangan saham tanpa warkat serta memerintahkan kepada emiten untuk mengumumkan kepada masyarakat mengenai perkembangan terakhir kegiatan usaha perseroan di bidang cyber internet dan e-commerce
c. Pada Tahun 2001
Selama tahun 2001, Bapepam melakukan pemeriksaan terhadap 34 kasus ditambah 10 kasus yang belum terselesaikan di tahun 2000, sehingga total kasus yang diperiksa selama tahun 2001 adalah 44 kasus. Sampai akhir 2001, Bapepam telah berhasil menyelesaikan 33 kasus atau 75 % dari total kasus yang diperiksa selama tahun 2001.
Kasus yang cukup menarik masyarakat selama tahun 2001 adalah antara lain kasus Pemalsuan Saham PT Tjiwi Kimia Tbk. Kasus ini berawal dari laporan PT. Tjiwi Kimia Tbk yang disampaikan kepada BEJ dengan Tembusan ke Bapepam, yang melaporkan bahwa telah terjadi pemalsuan saham PT. Tjiwi Kimia Tbk atas nama PT Purinusa Eka Persada sebanyak 13.517.010 lembar saham. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pemalsuan tersebut diduga dilakukan oleh beberapa karyawan PT Sinartama Gunita selaku Biro Administrasi Efek yang dibantu oleh pihak lain. Dugaan pemalsuan saham ini telah diserahkan kepada pihak kepolisian, sedangkan Bapepam telah menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kepada para perusahaan efek yang telah lalai dalam melakukan transaksi saham PT. Tjiwi kimia Tbk.
Dugaan manipulasi pasar dan insider trading terhadap perdagangan saham PT. Bank Central Asia Tbk (BCA) merupakan kasus yang paling mendapat sorotan di tengah gencarnya kontroversi program divestasi saham Pemerintah pada bank swasta nasional terbesar di Indonesia. Tidak hanya pengamat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI juga menaruh perhatian besar dan mengikuti secara cermat perkembangan hasil pemeriksaan Bapepam untuk menyebarluaskan setiap perkembangan dari hasil pemeriksaan atas kasus tersebut.
Setelah melakukan berbagai kegiatan investigasi selama kurang lebih 4 bulan, pada awal Oktober 2001 Tim Pemeriksa akhirnya menyimpulkan bahwa pergerakan dan perubahan harga saham BCA di Bursa Efek Jakarta periode transaksi Mei sampai Juni 2001 yang cukup signifikan ternyata lebih disebabkan oleh reaksi pasar dan perilaku pemodal yang menyikapi rencana divestasi saham pemerintah pada perusahaan publik tersebut secara cukup emosional. Dengan kata lain, belum cukup bagi Tim Pemeriksa untuk secara yuridis menyimpulkan telah terjadi manipulasi pasar dan insider trading pada kasus tersebut.
d. Pada Tahun 2002
Selama tahun 2002, Bapepam telah melakukan pemeriksaan dan atau penyidikan terhadap 40 kasus, ditambah 4 kasus yang belum terselesaikan di tahun 2001 sehingga total kasus yang diperiksa dan atau disidik adalah 44 kasus. Dari 44 kasus tersebut, 33 kasus diantaranya (75 %) telah berhasil diselesaikan oleh Bapepam, sedangkan sisanya masih dalam pemeriksaan dan atau penyidikan.
Selama tahun 2002, sebanyak 2 kasus telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Salah satu terobosan penting dalam penegakan hukum pasar modal yang dilakukan, Bapepam pada tahun 2002 adalah dilakukannya upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan dua orang pelaku tindak pidana di pasar modal untuk kepentingan penyidikan, atas kasus perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk. Upaya dimaksud dilakukan melalui kerjasama yang baik dengan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Salah satu kasus yang menarik perhatian baik nasional, maupun internasional, yang terjadi di tahun 2002 adalah kasus divestasi saham PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) Tbk.
e. Pada Tahun 2003
Di tahun 2003, Bapepam telah menerima laporan dan pengaduan sejumlah 28 dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar modal, baik yang disampaikan oleh Biro Teknis Bapepam, SRO maupun masyarakat. Terhadap 28 kasus tersebut, Biro pemeriksaan dan Penyidikan telah melakukan pemeriksaan terhadap 25 kasus dan penyidikan sebanyak 3 kasus.
Kasus yang menarik perhatian sepanjang tahun 2003 adalah kasus Penyajian Laporan Keuangan dan Keterbukaan PT Bank Lippo Tbk karena adanya perbedaan laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang dipublikasikan di media massa pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan periode yang sama ke PT BEJ. Dari kedua versi laporan tersebut, terdapat perbedaan data laporan keuangan. Perbedaan tersebut adalah di dalam laporan Keuangan LPBN yang dipublikasikan melalui media massa disebutkan bahwa, total aktiva Rp.24 triliun dengan laba bersih sebesar Rp. 98 miliar. Sementara dalam Laporan Keuangan ke PT BEJ (Nomor. Pengumuman 1120/BEJ-2002), total aktiva berkurang menjadi Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih menjadi Rp. 1.3 triliun. Laporan Keuangan yang disampaikan ke PT BEJ tersebut adalah perbandingan Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang diaudit dengan Laporan Keuangan per 30 September 2001 yang tidak diaudit. Laporan keuangan juga menyajikan perbedaan mencolok pada laba operasional yaitu rugi Rp. 1,2 triliun (pada laporan ke PT BEJ) dibandingkan dengan laba Rp.170 miliar (pada laporan publikasi media massa)
Dari hasil pemeriksaan Tim disimpulkan bahwa adanya kekurang hati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk dalam mencantumkan kata “audit” dan opini Wajar Tanpa Pengeculian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002 dan adanya kelalaian Akuntan Publik Drs. RK., Partner KAP Prasetio, Sarwoko dan Sanjaya, berupa keterlambatan dalam menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai penurunan nilai AYDA (aset yang diagunkan) PT Bank Lippo Tbk kepada Bapepam.
f. Pada tahun 2004
Di tahun 2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan 22 kasus pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses pemeriksaan, 6 (enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan.
Dengan ditingkatkannya dari status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO, maka Bapepam hingga saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang 5 kasusnya merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai berikut :
1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3;
3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam proses;
4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk (RYAN);
5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan Jean Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses;
6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya masih dalam proses.
Dari kasus-kasus yang ditemukan, baik berdasarkan laporan masyarakat, ataupun dari Bursa Efek Jakarta, yang menilai adanya indikasi kecurangan yang dilakukan oleh pemain, maka penyelesaian yang dilakukan oleh Bapepam terhadap seluruh kasus pasar modal yang pernah terjadi, baik kasus perdata maupun yang berindikasi pidana, seringkali diberi putusan yang bersifat administrasi, Walaupun pada awalnya pemeriksaan telah sampai pada tahap penyidikan, yang dilakukan oleh tim penyidik Bapepam, namun pada akhirnya selalu diselesaikan tanpa melalui proses Sistem Peradilan Pidana, tetapi diselesaikan di tingkat Bapepam, dengan dikenakan hukuman atau sanksi denda administrasi.
Dengan berpijak pada teori yang dikemukankan oleh Yoseph Goldstein, maka hal ini termasuk di dalam Full Enforcement. Hal ini disebabkan masih adanya pembatas, yang dapat berupa diskresi atau kebijakan yang diambil oleh Ketua Bapepem, dalam rangka penyelesaian kasus tersebut secara cepat. Dengan kata lain, Ketua Bapepam bertujuan agar, kerugian negara di dalam perdagangan ini, dapat cepat kembali. Sebagai salah satu bukti, bahwa pada awal Januari hingga bulan Agustus tahun 2004, Bapepam telah menjatuhkan sanksi adminstratif kapada 216 pihak. Total nilai denda yang dikenakan kepada 216 pihak tersebut sebesar Rp. 5,7 milyar rupiah, dari jumlah ini, telah dilakukan pembayaran oleh pihak-pihak tersebut sebesar Rp. 4,6 milyar. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, Ketua Bapepam lebih cenderung untuk menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut, dengan menempuh jalur di luar pengadilan.
Memperhatikan fakta dalam penyelesaian kasus-kasus di atas, peneliti berusaha mencari jawaban mengapa seolah-olah Bapepam senantiasa menghindar untuk memperoses kasus-kasus tersebut dengan menggunakan kebijakan hukum pidana seperti yang telah diatur dalam ketentuan pidana dalam UUPM kepada pelaku pelanggaran perundang-undangan pasar modal (tindak pidana pasar modal) baik yang berkualifikasi sebagai delik kejahatan maupun delik pelanggaran.
Informan dari biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam menjelaskan, memang selama ini kasus-kasus pasar modal yang berindikasi pidana maupun perdata diselesaikan pada tingkat Bapepam (luar persidangan) dengan hukuman berupa denda administrasi, belum pernah sekalipun ditempuh penyelesaian melalui kebijakan pidana (sistem peradilan pidana). Sebenarnya hal ini bukan tanpa alasan. Dijelaskan pula bahwa, jika diselesaikan melalui jalur pengadilan (pidana), akan memakan waktu yang cukup lama, selain karena masalah pembuktian yang sangat sulit, sehingga uang yang hilangpun lambat pula kembalinya.
Alasan lainnya adalah, sebagaimana sanksi pidana yang menganut effek jera bagi yang dikenakan sanksi tersebut, sanksi yang berupa denda administrasi juga mengandung effek jera. Ini disebabkan, di dalam dunia usaha, nama baik sangatlah penting. Seperti diketahui bahwa hukum pidana dengan sanksi pidananya, akan menimbuilkan stigma bagi orang yang terkena, sehingga diprosesnya pihak-pihak (pelaku pelanggaran ) secara pidana, serta dijatuhi hukuman pidana, akan berdampak pada tercorengnya nama baik mereka, sehingga jika akan memasuki lagi dunia pasar modal akan mengalami kesulitan, seperti lunturnya kepercayaan pihak lain terhadap sipelaku tersebut.
Proses pengembalian sejumlah kerugian yang terjadi melalui penetapan denda administrasi, akan lebih cepat apabila dibandingkan melalui proses sistem peradilan pidana, serta Bapepam beranggapan tingkat kerugiannya tidak begitu membahayakan. Akan tetapi, jika selama ini penyelesaian kasus pasar modal selalu dilaksanakan di luar pengadilan, dengan mengenakan sanksi administratif oleh pihak Bapepam, mulai dari denda administratif, hingga pencabutan izin perusahaan, maka pada sekitar pertengahan bulan Agustus tahun 2004, ada satu kasus tindak pidana pasar modal yang telah sampai kepada kejaksaan, setelah dilakukan penyidikan oleh bagian pemeriksaan dan penyidikan Bapepam.
Menurut staf biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam yang menjadi informan dari penelitian ini, sebenarnya Kasus ini lebih dikenal dengan sebutan kasus (BIMA), adalah kasus lama (tahun 1992), yang pernah diproses oleh Bapepam, yang juga telah dikenakan sanksi berupa denda administratif, tetapi pembayaran denda tidaklah berjalan dengan mulus (mengalami gagal bayar), sehingga kasus perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur serta saham PT Dharma Samudra Fishing Industry ini ditingkatkan kepada tahap penuntutan melalui pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Jadi, kasus BIMA ini adalah kasus pasar modal pertama yang ditangani bersama antara Kepolisian dan Bapepam, sejak adanya Undang-Undang Pasar Modal.
Berdasarkan teori Yoseph Golstein di atas, kasus Bima ini dapat dimasukkan kedalam penegakkan hukum yang aktual (Actual Enforcement), karena dalam kasus Bima ini, dapat dikatakan telah memenuhi unsur-unsur di dalam Sistem Peradilan Pidana.
Kasus Bank Lippo adalah salah satu kasus yang menarik perhatian, tidak hanya masyarakat tetapi juga para pakar hukum. Bapepam seperti dijelaskan sebelumnya dalam penyelesaian kasus-kasus yang masuk di Bapepam Pada kasus Bank Lippo ini tidak hanya melanggar perundang-undangan di bidang pasar modal, tetapi juga Undang-Undang lainnya, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pelanggaran Pasar Modal.
Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995, separti halnya KUHP, juga membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran perundang-undangan di atas, sebagaimana telah dijelaskan ketika membahas tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini belum ada satu kasuspun yang penyelesaiannya melalui jalur kebijakan pidana, tetapi melalui penjatuhan sanksi administrasi, yang penyelesaiannya dilakukan oleh dan di Bapepam. Baru pada tahun 2004 terdapat satu kasus tindak pidana pasar modal yang sudah sampai ke pihak kejaksaan, dengan kata lain proses penyelesaiannya akan melalui sistem peradilan pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal 103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya akan dikutip berikut ini;
Pasal 103 ayat (2)
Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu :
- Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan izin Bapepam
- Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)
Pasal 105
Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42 yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu :
Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana.
Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah).
Pasal 109
Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam pelanggaran UUPM
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda.
Di dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun, sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan denda yang besar (1 milyar)
Hal ini tentu saja rasional, juga bila dilihat dari asas perundang-undangan yang baik selalu memperhatikan antara korban dan sanksi yang seimbang. Walaupun selama ini dikenakan sanksi administrasi kepada pelaku tindak pidana pasar modal, tetapi seperti pada tindak pidana pasar modal, alasan yang sama telah dikemukakan di atas menjadi dasar untuk memberikan sanksi administrasi tersebut.
Melihat penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran perundang-undangan di pasar modal.
Kesimpulan
Penegakan Hukum Pidana terhadap penyimpangan-penyimpangan di pasar modal, jarang digunakan, dalam menyelesaikan penyimpangan-penyimpangan tersebut lebih banyak digunakan jalur non penal, yaitu dengan menjatuhkan denda administrasi oleh Bapepam. Selama lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, baru terdapat satu kasus (dikenal dengan nama Kasus BIMA) yang diselesaikan melalui jalur penal ini, Kasus ini kini sudah sampai di tahap penyidikan di Kejaksaan dan dinyatakan telah P21 (berkas telah lengkap).
Daftar Pustaka
Abdurrahman A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta,
Adler Haymons Manurung, 1992, Analisis Saham Indonesia, Beberapa Saham Untuk Investasi Jangka Panjang, Economic Student’s Group, Jakarta
Ancel, Marc 1965, Social Defence, A Modren Approach To Criminal Problems, London., Roudledge & Keegan Paul
A.S. Hornby et all, 1984, Kamus Inggris-Indonesia, Edisi Dwi Bahasa, PT. Bentara Antar Asia, Jakarta
Handaru Yuliati, Sri. et.al., 1996Manajemen Portfolio dan Analisis Investasi, Andi,Yogyakarta,
Herber L. Packer, 1968, The Limit Of The Criminal Sanction, Stanford, University Press, Stanford California,
Irsan Nasarudin, M. dan Indra Surya, 2004, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media, Jakarta
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1993, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung
Nawawi Arief Barda, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV. Ananta, Semarang,
Nawawi Arief, Barda. 1996 Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Pandji, Anuraga, dan Piji Pakarti, 2001, Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta
Peter Hoefnagels, G. 1973, The Other Side Of Criminology, An Inversion of The Concept Of Crime, Kluwer Deventer, Holland;
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung
Setiadi, A.. 1996, Obligasi Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung
--------------, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung,
---------------, 1983, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung,
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta,
Sumantoro, 1990. Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,
Sunariyah, 1997, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Yayasan Mitra Dana, 1991, Penuntun Pelaku Pasar Modal Indonesia, Yayasan Mitra Dana
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
Jurnal :
Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor. 2 Tahun 2003
Oleh :
Elfira Taufani, S.H., M.Hum
No comments:
Post a Comment