Dr. Sigfried Brob
Hakim pada Mahkamah Konstitusi Federal
Republik Federal Jerman
Dosen Honorer di Universitas Freiburg im Breisgau
Kunjungan ke-2 ke Indonesia, April 2005
I. Pemikiran Awal Bagian 1
1. Keputusan pembuat konstitusi atau pembuat undang-undang (legislatif) apakah manusia (individu) dapat diberi akses langsung ke mahkamah konstitusi harus dikonfrontasikan dalam kaitan yang lebih besar. Seyogianya sama sekali tidak memadai dan akan tidak tepat bagi problematik yang kompleks, jika kita hanya mempertimbangkan sisi proses dari masalah tersebut saja. Pertama-tama kita harus memperhatikan misalnya organisasi negara. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hubungan ini adalah bagaimana penataan lembaga-lembaga tertinggi negara dan seperti apa hubungan antar lembaga negara tersebut satu sama lain. Selanjutnya adalah pengaruhnya, bagaimana kekuasaan kenegaraan dilaksanakan terhadap manusia, artinya di mana kedudukan manusia sebagai individu dalam negara (dalam arti persekutuan rakyat) yang bersangkutan. Akhirnya kita juga harus mempertimbangkan di posisi mana secara umum mahkamah konstitusi ditempatkan dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga tertinggi negara dalam sebuah negara hukum modern yang demokratis.
Penataan sebuah mahkamah konstitusi, terlebih apabila mahkamah tersebut dalam Konstitusi, atau lembaga konstitusional ini dalam undang-undang yang sesuai, diberi karakteristik -yang mana hal ini mau tidak mau berarti dan hal tersebut berdasarkan pokok-pokok pandangan yang lebih tinggi dalam negara hukum yang demokratis juga dikehendaki demikian-, bahwa kekuasaan tak terbatas dari setiap lembaga konstitusional memperoleh batasan-batasan. Pada awalnya setiap lembaga konstitusional dalam lingkup kewenangannya diperlengkapi dengan kekuasaan tak terbatas. Kekuasaan tak terbatas ini dikekang dan memperoleh batasan-batasan oleh karena sebuah lembaga konstitusional lain memperoleh wewenang untuk mengawasi masing-masing lembaga konstitusional lainnya. Melalui suatu yurisdiksi konstitusional yang ditata sedemikian rupa, pembagian kekuasaan dan pemisahan kekuasaan mengalami modifikasi. Kewenangan mahkamah konstitusional dalam hal ini menaungi kekuasaan negara yang pada awalnya mencakup segala bidang, yang mana kekuasaan negara tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara yang terpisah-pisah.
Jika kita tidak mengaitkan wewenang pengawasan sebuah mahkamah konstitusi dengan syarat-syarat, maka mahkamah konstitusi akan memperoleh kekuasaan tak terbatas. Namun ini tidak diharapkan, sebab kekuasaan tak terbatas sebuah lembaga konstitusional hanya akan dapat digantikan dengan kekuasaan tak terbatas dari lembaga konstitusional lainnya. Dengan cara seperti ini, dalam hubungan keluar kekuasaan negara terhadap rakyat yang dibawahinya tidak akan tercapai suatu apapun. Maka dari itu orang harus mengajukan pertanyaan, bagaimana kekuasaan tak terbatas Mahkamah Konstitusi dapat diredam. Untuk ini terdapat dua cara. Cara pertama adalah bahwa sebuah mahkamah konstitusi dapat bertindak bukan oleh karena jabatannya melainkan hanya berdasarkan pengajuan permohonan. Cara kedua adalah bahwa kewenangannya diletakkan bukan berdasarkan klausul umum hukum ketatanegaraan, melainkan hanya untuk kewenangan-kewenangan yang disebutkan secara rinci dalam Konstitusi atau dalam undang-undang yang sesuai. Namun untuk kedua cara tersebut seyogianya akan lebih baik jika dipaparkan dalam Konstitusi dan diamankan terhadap perubahan dengan menuntut adanya mayoritas absolut dalam parlemen.
Tatanan dari yurisdiksi konstitusional ini menawarkan kelebihan yang luar biasa. Melalui asas pengajuan permohonan dan asas enumerasi, manusia sebagai bagian yang mandiri dan otonom dari “Rakyat” yang berdaulat dapat diikutsertakan secara efektif dalam proses pengawasan terhadap lembaga-lembaga konstitusional melalui sebuah peradilan konstitusional yang berdaulat. Dengan demikian martabat manusia dijunjung dan diakui secara efektif karena terdapat sebuah kekuasaan peradilan konstitusional yang mencakup lingkup yang luas yang menaungi semua bentuk pengejawantahan dari kekuasaan-kekuasaan negara dan masing-masing manusia memiliki kesempatan untuk masuk langsung ke dalamnya. Untuk itu hal yang mutlak dan sekaligus merupakan perangkat paling efektif – sama dengan alat transportasi – adalah pengaduan konstitusional individual. pengaduan ini harus mendapatkan perhatian penuh kita. Dalam negara hukum modern yang demokratis, pengaduan konstitusional ini merupakan upaya hukum yang benar-benar ideal, yang menjaga secara hukum martabat yang dimiliki manusia dan tidak boleh diganggu gugat agar aman dari segala kekuasaan negara. Pengaduan konstitusional individual juga menjamin peran serta manusia dalam proses-proses yang menentukan dalam penyelenggaraan negara melalui pembuatan perundang-undangan apabila pengaduan konstitusional juga dibuka melawan undang-undang dan bukan hanya melawan keputusan-keputusan administrasi negara dan melawan putusan-putusan pengadilan yang menegaskan keputusan-keputusan administrasi negara tersebut.
2. Pemikiran berikutnya menggarisbawahi makna istimewa dari pengaduan konstitusional dalam negara hukum modern yang demokratis. Pemikiran ini berkaitan dengan kedudukan manusia dalam sebuah negara hukum modern yang demokratis. Seyogianya orang tidak bisa memalingkan kepala dari kenyataan bahwa setiap warga negara dalam sebuah negara hukum modern yang demokratis sama dengan satu bagian dari yang berdaulat –kedaulatan parsial-. Dalam sebuah negara (dalam arti persekutuan rakyat), semua kekuasaan negara berasal dari rakyat. Kemudian dalam lingkup berikutnya pertanyaannya adalah bagaimana kekuasaan negara dijalankan. Kekuasaan tersebut dapat dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, sebagaimana halnya untuk banyak bidang dalam demokrasi langsung (contoh: Swiss). Namun kekuasaan tersebut juga secara tidak langsung melalui parlemen atau dalam Negara Federal berkarakter Jerman ditambah dengan adanya satu lembaga konstitusional lagi yang mewakili negara-negara bagian. Dilihat dari segi model, untuk demokrasi langsung, kedudukan yang sangat kuat dan terkonsolidasi dengan baik dalam proses dari warga negara sebagai kedaulatan parsial tidak memaksakan harus ada upaya hukum dalam kerangka sebuah yurisdiksi konstitusional. Kekuasaan peradilan konstitusional – meskipun dengan elemen-elemen aristokratis yang kuat - dapat saja malah berbalik sendiri melawan rakyat dan kehendak mayoritas rakyat. Ini tidak akan banyak berguna.
Sebaliknya untuk kepentingan para warga negara sebagai kedaulatan parsial dari sebuah negara modern yang demokratis, orang harus lebih berpikir ke arah kewenangan enumeratif (yang disebutkan satu per satu) dan menyeluruh dari sebuah mahkamah konstitusi dan dalam hubungan khusus dengan manusia, berpikir ke arah kewenangan mahkamah konstitusi yang terlihat jelas untuk upaya-upaya hukum individual. Hanya dengan begitu, melalui akses langsung masing-masing individu ke mahkamah konstitusi dapat tercapai kompromi yang layak atas pemisahan organisasi negara dan pembagian kekuasaan negara di lembaga-lembaga tertinggi negara dengan mengendalikan bentuk-bentuk demokrasi langsung. Penjaminan posisi subjek dari segi tata cara hukum dalam proses peradilan konstitusional bukan hanya digambarkan sebagai pengejawantahan nyata dari dijunjung tingginya martabat manusia. Penjaminan ini juga lebih diperuntukkan sebagai fungsi penyelarasan, oleh karena dalam demokrasi negara hukum modern, warga negara tidak lagi bisa diberi kedudukan dari segi tata cara hukum dalam pelaksanaan kekuasaan negara atas dasar alasan yang tampak jelas (hilangnya kemampuan negara untuk berfungsi). Maka pengaduan konstitusional merupakan sisi lain dari mata uang yang bertemakan kedudukan manusia dalam negara.
II. Detail Bagian 2
1. Sebelum kita berpikir bagaimana sebaiknya upaya hukum konstitusional Pengaduan Konstitusional Individual ditata secara rinci, kita masih harus mempertimbangkan berbagai pokok-pokok pandangan lainnya. Jika mahkamah konstitusi baru dibentuk dan oleh karenanya belum memiliki tradisi, maka akses kepadanya melalui pengaduan konstitusional individual harus sedapat mungkin terbuka lebar. Artinya dalam penataannya orang tidak boleh berpikir sedapat mungkin menjauhkan mahkamah konstitusi dari sebanyak mungkin upaya hukum konstitusional. Hal ini berlaku khususnya bagi negara-negara yang sedang melakukan perubahan sosial dan hukum radikal ke arah demokrasi negara hukum modern.
Dalam hal situasi awal seperti ini, pengaduan konstitusional memperoleh makna penting bagi kerja mahkamah konstitusi. Dalam masa perubahan radikal seperti ini, mahkamah konstitusi memiliki fungsi katup, pengamatan dan koreksi. Masing-masing artinya:
- Fungsi katup sebuah mahkamah konstitusi menjadi efektif melalui pintu masuk yang lebar di jalur pengaduan konstitusional. Orang-orang dapat meminta bantuan kepada mahkamah konstitusi dengan permohonan-permohonan yang tidak harus selalu sesuai dengan tuntutan formalitas upaya hukum konstitusional. Harus dijamin bahwa permohonan-permohonan seperti ini diproses secara layak dan orang-orang memperoleh jawaban yang sesuai. Dengan demikian, potensi frustrasi yang sangat besar dalam suatu masyarakat sudah dikurangi atau bahkan dihilangkan sepenuhnya. Hal ini antara lain juga mensyaratkan bahwa proses tersebut harus tidak dikenakan biaya bagi orang-orang yang berhadapan dengan mahkamah konstitusi. Tidak boleh ada rintangan oleh risiko biaya yang sudah dibuat sejak awal.
- Selanjutnya, mahkamah konstitusi memperoleh fungsi pengamatan. Mahkamah konstitusi terutama bertugas untuk mengamati secara luas seluruh bagian negara apakah gagasan-gagasan demokrasi negara hukum modern, sebagaimana tertulis dalam Konstitusi, juga terus menerus diperhatikan oleh mereka yang dituju. Pengaduan konstitusional merupakan sarana yang sangat tepat untuk menyampaikan alat-alat peraga yang diperlukan kepada mahkamah konstitusi guna melaksanakan fungsi pengamatan ini. Dengan demikian kecenderungan-kecenderungan yang berlawanan arah dengan Konstitusi dalam lingkup kenegaraan dapat dideteksi sedini mungkin. Hanya dengan begitulah dapat diambil langkah-langkah pencegahan yang efektif.
- Fungsi koreksi memuat kemungkinan-kemungkinan sebuah mahkamah konstitusi untuk campur tangan. Fungsi ini memerlukan penataan perundangan secara rinci; sebab fungsi ini dapat bertabrakan dengan kewenangan institusi-institusi kenegaraan lainnya, bahkan dengan lembaga-lembaga tertinggi negara. Situasi seperti ini timbul misalnya apabila Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan-keputusan pengadilan atau menyatakan undang-undang bertentangan dengan Konstitusi.
Merupakan suatu keharusan mutlak untuk mempromosikan upaya hukum konstitusional Pengaduan Konstitusional secara ofensif dan menyosialisasikannya kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan terutama media massa dan pendampingan kritis bersahabat dari dunia para pakar, jadi dari para Guru Besar Ilmu Hukum, Ilmu Politik, Ilmu Kemasyarakatan dan Psikologi, di samping penanganan berkesinambungan dalam majalah-majalah khusus dan buku-buku khusus, sehingga dengan demikian semua pihak yang terkait di dalamnya sampai ke para jaksa dan pengacara dapat mendalami upaya hukum konstitusional tersebut.
A. Fungsi dan Makna Pengaduan Konstitusional
Pengaduan konstitusional harus ditata sebagai upaya hukum khusus. Pengaduan konstitusional tidak boleh memperoleh fungsi untuk sekaligus mengikat mahkamah konstitusi sebagai tingkat pengadilan tertinggi dalam sebuah jalur peradilan. Mahkamah konstitusi tidak boleh menjadi pengadilan perkara. Orang harus selalu menyadari bahwa mahkamah konstitusi memiliki fungsi perlindungan hukum yang lain dari pengadilan khusus. Sesuai dengan itu, pengaduan konstitusional harus ditata sebagai suatu upaya hukum terakhir dan hanya tersedia sebagai pendukung (subsidier) (untuk itu bdk. BVerfGE 18, 315 <325>; 49, 252 <258>; 68, 376 <379 dan hlm. berikutnya>).
Fungsi pengaduan konstitusional sebagai sebuah upaya hukum luar biasa mensyaratkan bahwa pengaduan konstitusional ini juga tidak diberi sarana naik banding (efek suspensi). Dengan diajukannya pengaduan konstitusional, maka pelaksanaan dari misalnya putusan pengadilan tidak dihalangi. Jika kita mempertimbangkan hal seperti ini, yang mana terlihat jelas apabila lain dari pada itu akan timbul kerugian-kerugian yang tidak dapat direhabilitasi dan menyangkut keberadaan diri yang sangat berarti, maka dalam proses konstitusional harus ditetapkan pelembagaan sebuah putusan pengadilan dalam acara cepat. Kemungkinan seperti ini ditetapkan dalam pasal 32 BVerfGG (uraian rinci dalam hubungannya dengan hal ini dijabarkan dalam misalnya BVerfGE 94, 166 <212 dst.>).
B. Persyaratan Permisibilitas (Kelayakan untuk Diizinkan)
Berikut ini saya menggambarkan secara kasar garis besar persyaratan untuk dapat diterimanya (permisibilitas) sebuah pengaduan konstitusional menurut hukum Republik Federal Jerman. Untuk itu, dalam kesempatan ini saya ingin memberitahukan bahwa pengaduan konstitusional pada awalnya dalam penataan Mahkamah Konstitusi Federal di tahun 1951 tidak diatur dalam Konstitusi, melainkan hanya dibuka dengan undang-undang sederhana dalam pasal 90 ayat 1 UU tentang Mahkamah Konstitusi Federal. Baru di tahun 1969 pengaduan konstitusional dimasukkan ke dalam Konstitusi dalam pasal 93 ayat 1 no. 4a.
I. Hak Mengajukan Permohonan
Menurut pasal 90 ayat 1 BVerfGG, “setiap orang” (jedermann) berhak untuk mengajukan permohonan, sejauh ia mampu memegang hak-hak dasar.
- Ini sejak awal adalah semua warga negara Republik Federal Jerman sebab mereka adalah pemegang hak asasi manusia dan hak warga negara. Ada penjaminan-penjaminan dalam Konstitusi Republik Federal Jerman yang tidak dibuka begitu saja bagi warga negara asing seperti contohnya kebebasan berpindah tempat (pasal 11 GG ), demikian pula kebebasan berkumpul dan berserikat (pasal 8 dan 9 GG). Hak-hak dasar yang tidak terbatas hanya pada warga negara Jerman – kita mengetahuinya dari kata-kata pengantar naskah “tiap-tiap orang” (jeder) atau “semua manusia” (alle Menschen) -, juga menjadi hak warga negara asing (untuk itu bdk. misalnya BVerfGE 63, 197 <205> - Suaka). Akan tetapi dari sudut pandang tertentu, warga negara asing sering kali disamakan dengan warga negara Jerman dalam hal undang-undang yang berada di bawah Konstitusi. Kedudukan istimewa kini juga ditempati oleh warga negara asing apabila mereka warga negara dari salah satu negara anggota Uni Eropa (EU). Mereka dengan begitu merupakan warga negara EU dan karenanya di Jerman mereka menikmati kedudukan hukum yang sama dengan warga negara Jerman, apabila yang menjadi pokok permasalahan adalah apa yang disebut dengan lingkup yang dibersamakan.
- Sehubungan dengan badan hukum privat dan badan hukum publik harus diadakan pembedaan. Untuk badan-badan hukum swasta yang relevan adalah pasal 19 ayat 3 GG. Menurut pasal ini, hak-hak dasar berlaku juga bagi badan-badan hukum dalam negeri, sejauh hak-hak dasar tersebut menurut hakikatnya dapat diterapkan pada badan-badan hukum ini. Sebaliknya badan-badan hukum publik pada dasarnya tidak mampu mempunyai hak-hak dasar, dikarenakan badan-badan hukum tersebut turut berperan dalam pelaksanaan kekuasaan negara. Namun mereka dapat mengajukan pertanyaan perihal kemampuan mereka mempunyai hak-hak dasar apabila dalam melaksanakan tugas-tugasnya mereka dirugikan sedemikian rupa sebagaimana sebuah badan hukum swasta atau seorang partikelir dapat dirugikan. Hal tersebut berlaku contohnya untuk pencabutan kepemilikan perdata milik sebuah badan hukum publik apabila badan hukum publik ini tidak ditata sendiri secara institusional dalam Konstitusi (seperti misalnya Gemeinde dalam pasal 28 GG atau juga persekutuan gerejani yang begitu banyak melalui pasal 140 GG). Informasi ini sepertinya sudah cukup; karena yurisdiksi Mahkamah Konstitusi Federal untuk itu sangat luas cakupannya dan terpilah-pilah. Akan tetapi orang juga harus memperhatikan bahwa pengaduan konstitusional bagi badan-badan hukum privat dapat betul-betul mempunyai makna yang begitu besar bagi perkembangan ekonomi sebuah negara. Pada lingkup penerapan yang luas dan akses yang terbuka lebar ke sebuah mahkamah konstitusi, pengaduan konstitusional memperkuat kepercayaan akan tatanan hukum. Hal tersebut juga penting untuk kepercayaan dalam penanaman modal ekonomi; sebab para penanam modal akan memperoleh jaminan jangka panjang, bahwa mereka tidak bisa diperlakukan seenaknya oleh pihak negara.
Perlu diberitahukan bahwa bukan hanya badan-badan hukum privat dan publik saja, melainkan semua pihak yang turut serta dalam sebuah proses pengadilan, termasuk lembaga-lembaga tertinggi negara sendiri, menurut hukum Republik Federal Jerman dalam jalur pengaduan konstitusional dapat selalu merujuk pada diperhatikannya apa yang disebut sebagai hak-hak dasar acara (hakim yang sah menurut pasal 101 ayat 1 GG dan didengarkan secara hukum menurut pasal 103 ayat 1 GG) (untuk itu BVerfGE 61,82 <104>).
- Menurut hukum Republik Federal Jerman, berkaitan dengan partai-partai politik orang harus membuat pembedaan. Di Republik Federal Jerman, partai-partai politik tidak diatur dalam bagian mengenai hak-hak dasar, melainkan dalam bagian tentang organisasi kenegaraan yang mendasar dari Republik Federal Jerman. Melalui pasal 21 ayat 1 GG, partai-partai diberikan tugas yang menentukan dalam pembentukan kehendak rakyat. Hal tersebut mensyaratkan bahwa partai-partai politik –jika status ini terkena- memiliki gugatan lembaga sebagai upaya hukum konstitusional. Hal yang sama berlaku untuk para wakil rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Federal Jerman (BVerfGE 64, 301 <312 dan hlm. berikutnya>; 108, 251 <265 dst.> - Penyitaan pada Wakil-Wakil Rakyat).
Namun apabila partai-partai politik dirugikan dalam lingkup hubungan Hukum Administrasi Negara, seperti yang dapat dialami setiap orang dalam negara, maka partai-partai politik juga bergantung pada pengajuan sebuah pengaduan konstitusional. Jalur gugatan lembaga dengan demikian tertutup bagi mereka. Situasi ini timbul contohnya dalam hal larangan berkumpul terhadap partai-partai politik (BVerfGE 90, 241; Keputusan Majelis Hakim Pertama tanggal 23/06/2004 – 1 BvQ 19/04, NJW 2004, hlm. 2814) atau juga dalam hal perkara mengenai kontribusi finansial negara (BVerfG , Keputusan Majelis Hakim Kedua tanggal 17/06/2004 – 2 BvR 383/03, NJW 2005, hlm. 126 – kas-kas ilegal).
- Konstitusi Republik Federal Jerman memperhatikan kedudukan institusional dari Gemeinde melalui sebuah proses yang disandarkan pada cara-cara pengaduan konstitusional. Sesuai pasal 93 ayat 1 no. 4 b GG juncto pasal 91 BVerfGG, oleh karena pelanggaran hak swapraja (hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri) mereka menurut pasal 28 ayat 2 GG, dengan demikian oleh karena pelanggaran kedudukan institusional mereka menurut Hukum Tata Negara, Gemeinde dapat mengajukan pengaduan konstitusional istimewa. Pemeriksaan pengaduan konstitusional ini oleh Mahkamah Konstitusi Federal hanya terbatas pada penataan institusional dari status Gemeinde dalam pasal 28 ayat 2 GG.
- Gereja dan persekutuan keagamaan mampu mengemban hak-hak dasar tanpa ada batasan (BVerfGE 53, 366 <387>; 70, 138 <160 dan hlm berikutnya>). Hal ini berlaku juga bagi perkumpulan keagamaan yang memiliki status badan hukum umum. Ini merupakan kedudukan istimewa yang, karena tidak dicakup oleh kebebasan memeluk agama dan kepercayaan menurut hak dasar dari pasal 4 ayat 1 GG, diberikan kepada mereka menurut pasal 140 GG jo. pasal 137 ayat 5 WRV . Akan tetapi kedudukan istimewa ini tidak memiliki cakupan yang sama dengan status badan hukum dalam pengertian Hukum Administrasi dan Hukum Organisasi Negara
II. Kemampuan Berproses
Untuk kemampuan berproses di hadapan Mahkamah Konstitusi Federal dalam proses pengaduan konstitusional pada dasarnya diperlukan kemampuan umum mengambil sendiri tindakan hukum yang mengikat (kompetensi hukum umum). Namun dengan begitu masalahnya belum digambarkan sepenuhnya. Kita harus melihat bahwa ada hak-hak asasi yang pelaksanaannya tidak mensyaratkan kompetensi hukum perdata dan terutama batas usia kompetensi hukum tersebut (dulu 21 tahun, sekarang 18 tahun). Seorang anak di bawah umur secara agama telah menjadi dewasa di Jerman misalnya dimulai sejak usia 14 tahun dan dulu wajib militer dikenakan kepada mereka yang telah menginjak usia 18 tahun. Itu sebabnya di antara para wajib militer biasa didapati anak di bawah umur. Untuk bidang-bidang seperti ini, kemampuan berproses untuk mengajukan pengaduan konstitusional selalu di jawab dengan ya (bdk. sebagai contoh BVerfGE 28, 243 <255>).
Apabila sebaliknya pengaduan konstitusional menyangkut isu kompetensi hukum itu sendiri atau tindakan-tindakan yang mengarah pada pembatasan kompetensi hukum, maka dalam kaitannya dengan subjek proses ini, yang bersangkutan memiliki kemampuan berproses (BVerfGE 10, 302 <306>; 19, 93 <106>).
III. Subjek Pengaduan
Harus merupakan suatu tindakan kekuasaan kenegaraan publik di Jerman. Tindakan ini harus menyinggung bagian-bagian dari hak-hak asasi atau hak-hak yang disetarakan dengannya, hak yang disebut belakangan misalnya dalam proses pengadilan. Termasuk di dalamnya semua tindakan kekuasaan negara Jerman secara langsung dan tidak langsung, sejauh tindakan-tindakan ini menimbulkan dampak hukum di lingkup dalam negeri (BVerfGE 77, 170 <209 dan hlm. berikutnya>).
Isu-isu tersendiri:
- Undang-Undang Persetujuan yang berkaitan dengan perjanjian-perjanjian menurut Hukum Internasional juga dapat dipakai sebagai subjek banding pengaduan konstitusional (BVerfGE 84, 90 <113>). Sebaliknya, sedikit peran serta Pemerintah Federal dalam pembuatan perjanjian-perjanjian menurut Hukum Internasional bukan merupakan subjek banding (BVerfGE 77, 170 <307 dst.>).
- Norma-norma di bawah hukum – peraturan hukum dan anggaran dasar – juga dapat digunakan sebagai subjek banding pengaduan konstitusional. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa di Jerman memang secara paralel dibuka pengawasan norma-norma peradilan tata usaha negara menurut pasal 47 VwGO untuk norma-norma yang berada di bawah hukum federal. Selanjutnya harus dipertimbangkan apakah peraturan-peraturan hukum dan anggaran-anggaran dasar menurut hukum negara bagian tidak bisa digugatkan ke Mahkamah Konstitusi Negara Bagian dengan bantuan pengaduan konstitusional menurut hukum negara bagian dan oleh sebab itu menurut asas subsidiaritas, pengaduan konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi Federal tidak masuk hitungan.
- Kelalaian-kelalaian pembuat undang-undang dapat digugat dengan pengaduan konstitusional apabila pembuat undang-undang tidak memenuhi kewajiban dari segi hak asasi untuk bertindak. Di Jerman persyaratan ini telah terpenuhi berpuluh-puluh tahun yang lalu ketika pembuat undang-undang tidak mengadakan persamaan kedudukan perempuan dengan laki-laki, demikian pula tidak dibuatnya perbaikan situasi sosial yang ditetapkan oleh Konstitusi bagi anak-anak di luar nikah.
- Tindakan-tindakan kenegaraan dari instansi-instansi bukan Jerman, jadi pelaksanaan kekuasaan wewenang kedaulatan negara asing, tidak diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi Federal dan oleh karena itu tindakan-tindakan seperti ini juga tidak dapat dipakai sebagai subjek pengaduan (BVerfGE 1, 10 <11>; 66, 39 <56 dst.>).
- Di Jerman terdapat masalah khusus oleh karena integrasi Eropa. Peraturan-peraturan MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan tindakan-tindakan hukum dari lembaga-lembaga MEE tidak bisa digunakan sebagai subjek pengaduan. Hal tersebut telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi Federal beberapa kali, terakhir dalam hal Aturan Pasar Pisang (BVerfGE 102, 147), sebelumnya dihimbau untuk merujuk pada BVerfGE 22, 293 <295, 297> dan Solange I (BVerfGE 37, 271) dan Solange II (BVerfGE 73, 339 <378-381>).
IV. Wewenang Pengaduan
Dari penjabaran fakta dari pihak yang mengajukan pengaduan harus dapat disimpulkan bahwa setidaknya terlihat adanya kemungkinan pelanggaran hak asasi (BVerfGE 47, 253 <270>; 64, 367 <375>). Dari sini timbul tuntutan-tuntutan selanjutnya untuk penjabaran fakta tersebut dalam surat pengaduan. Penjabaran fakta tersebut harus sedemikian terperinci sehingga kemungkinan pelanggaran hak asasi ini menjadi jelas. Itulah aspek dari pemenuhan substansi.
Namun masih juga terdapat masalah-masalah lain:
- Tindakan yang diambil oleh kekuasaan pemerintahan harus mengungkapkan dampak-dampak hukum dan cocok untuk mengubah ke arah yang merugikan kedudukan-kedudukan hukum pengaju pengaduan yang dilindungi oleh hak asasi (bdk. BVerfGE 60, 360 <371>). Hal tersebut tidak selalu mudah untuk dinyatakan. Sebagai contoh ada fakta pelanggaran hak asasi (tentan ini BVerfGE 105, 379 <303 dan hlm. berikutnya> - Osho) dan dalam hal kelalaian pembuat undang-undang (bdk. misalnya BVerfGE 55, 37 <53 dst.>; 56, 54 <70 dst.>; 59, 360 <375>).
- Pengaju Pengaduan Sendiri yang Terkena Dampak
Dalam konteks ini pengajuan atas dasar keterkenaan dampak yang menimpa pelanggan sendiri oleh karena Undang-Undang Pengaturan Jam Tutup Toko ditolak (BVerfGE 13, 230 <232 dan hlm. berikutnya>). Di Jerman Peraturan Gemeinde mengatur bahwa seorang anggota Perwakilan Gemeinde yang adalah seorang Pengacara, tidak boleh menerima mandat acara apabila kliennya terkena dampak dan Gemeinde sebagai badan hukum publik berada di pihak lawan. Dalam kasus-kasus seperti ini, pengacara tersebut berwenang mengajukan pengaduan meskipun keputusan pengadilan dikeluarkan terhadap kliennya (bdk. BVerfGE 52, 42 <51>).
- Selalu yang diperlukan adalah keterkenaan dampak saat ini, artinya keterkenaan dampak yang aktual. Pengaduan konstitusional yang bersifat mencegah tidak bisa diajukan. Hal tersebut terutama diperlukan guna menutup kemungkinan adanya gugatan populer, di lain pihak adalah bertentangan dengan kekuasaan yurisdiksi menyeluruh dari mahkamah konstitusi apabila mahkamah konstitusi mengambil keputusan-keputusan yang teoritis namun sekaligus berdampak luas (mengenai ini misalnya BVerfGE 60, 360 <370>; 59, 360 <375> masing-masing dengan bukti-bukti selanjutnya). Di sini terdapat satu pengecualian: Pengaju pengaduan dipaksa mengambil keputusan-keputusan yang di kemudian hari tidak lagi bisa dibetulkan atau ia saat itu sudah harus membuat disposisi-disposisi yang menurut pelaksanaan undang-undang atau keputusan-keputusan di kemudian hari tidak bisa ia tukar lagi (tentang ini bdk. BVerfGE 60, 360 <372>; 65, 1 <37>; 75, 246 <263>).
- Pengaju Pengaduan Terkena Dampak Secara Langsung
Bertolak dari alasan subsidiaritas dari pengajuan konstitusional, maka juga merupakan syarat mutlak untuk pengajuannya bahwa pengaju pengaduan terkena langsung oleh dampak tindakan kenegaraan yang digugatkan. Dalam hal ini kesangsian selalu ada apabila pengaduan konstitusional ditujukan melawan suatu undang-undang. Pada hakikatnya sebuah undang-undang masih memerlukan tindakan pelaksanaan, jadi penerapannya terhadap tiap-tiap orang. Apabila untuk pelaksanaan sebuah undang-undang diperlukan tindakan dari sebuah instansi pemerintahan, maka tindakan ini harus ditunggu sampai selesai dulu dan baru kemudian digugat. Mahkamah Konstitusi Federal baru dapat diminta turun tangan setelah jalur tingkatan pengadilan dilalui seluruhnya (sebagai contoh bdk. BVerfGE 68, 193 <214 dan hlm. berikutnya>; 81, 70 <82>; 101, 54 <74>). Akan tetapi hal ini tidak berlaku apabila penantian permintaan bantuan Mahkamah Konstitusi Federal terlalu berat sehingga tidak bisa dikenakan pada yang bersangkutan yang terkena dampak (BVerfGE 46, 246 <256>).
V. Batas Waktu
Tidak sulit untuk menetapkan batas waktu untuk pengajuan sebuah pengaduan konstitusional. Tergantung dari apakah yang digugat itu sebuah keputusan salah satu instansi negara atau undang-undang sendiri, tenggat ini dapat ditentukan berbeda-beda. Di Jerman batas waktu untuk mengajukan pengaduan konstitusional terhadap satu keputusan saja adalah satu bulan, sebaliknya untuk menggugat undang-undang adalah satu tahun sejak undang-undang tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. Juga harus dipertimbangkan apakah dalam hal terlewatkannya batas waktu secara tidak sengaja penempatan kembali ke keadaan sebelumnya perlu ditetapkan atau tidak (mengenai ini pasal 93 ayat 2 BVerfGG).
VI. Habisnya Jalur Hukum
Menurut hukum Republik Federal Jerman, pengaduan konstitusional baru dapat diajukan sesuai aturan setelah jalur hukum pengadilan yang ditetapkan telah ditempuh (pasal 90 ayat 2 BVerfGG). Ini adalah aspek subsidiaritas dari pengaduan konstitusional, sebab pengaduan konstitusional – sebagaimana telah dijabarkan – merupakan upaya hukum luar biasa dan bukan mengakhiri jalur tingkatan pengadilan biasa. Itu berarti bahwa warga negara baru dapat mengajukan pengaduan konstitusional apabila ia telah memanfaatkan sepenuhnya semua jalur hukum yang terbuka di pengadilan-pengadilan khusus sampai ke tingkat pengadilan tertinggi. Ia harus mengambil semua kemungkinan beracara yang tersedia sesuai keadaan perkara guna memperoleh pembetulan pelanggaran hak asasi yang dituntutkan.
Di sini yang menjadi pokok pemikiran bukan hanya meringankan beban mahkamah konstitusi saja melainkan juga bahwa mahkamah konstitusi tidak seharusnya memeriksa dan mempertimbangkan isu-isu hukum sederhana. Oleh karena itu sebelum berakhirnya jalur pengadilan, sering kali sulit untuk dapat diperkirakan apakah pada akhirnya masalahnya akan tetap pada pelanggaran hak asasi.
Asas ini memiliki pengecualian. Yang perlu disebutkan adalah bahwa pengaduan konstitusional memiliki makna umum atau bagi pengaju pengaduan akan timbul kerugian berat dan tidak bisa diperbaiki lagi jika ia dilempar ke jalur pengadilan. Sebagai contoh, dalam hal saya dapat menyebutkan misalnya isu iklan kampanye partai politik di rasio atau televisi, demonstrasi-demonstrasi atas dasar kesempatan/alasan tertentu, deportasi seorang warga negara asing.
C. Ada Tidaknya Alasan
Apabila Mahkamah Konstitusi Federal menjawab permisibilitas pengaduan konstitusional dengan ya, maka Mahkamah Konstitusi Federal tidak dibatasi hanya pada pemeriksaan hak asasi yang terdapat dalam surat pengaduan yang dikeluhkan dilanggar saja. Sebaliknya Mahkamah Konstitusi Federal oleh karena kedudukannya harus lebih memeriksa materi sengketa dengan memperhatikan setiap sudut pandang hukum ketatanegaraan yang masuk ke dalam pertimbangan (mengenai ini misalnya BVerfGE 42, 312 <325 dan hlm. berikutnya>; 53, 366 <390>; 54, 53 <67>; 70, 138 <162>).
- Dalam proses pengaduan konstitusional, putusan-putusan pengadilan hanya diperiksa ulang oleh Mahkamah Konstitusi Federal dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang ketat. Pengaturan proses, identifikasi dan pertimbangan duduk perkara, penafsiran hukum yang berada di bawah Konstitusi dan penerapannya pada masing-masing kasus adalah urusan pengadilan-pengadilan khusus dan tidak diikutsertakan dalam pemeriksaan ulang oleh Mahkamah Konstitusi Federal (BVerfGE 18, 85 <92>).
Contoh: Apabila dalam hal kontrak jual beli pengadilan khusus menganggap barang yang dijual bercacat, maka Mahkamah Konstitusi Federal tidak bisa memeriksa kembali pernyataan ini, kecuali jika seandainya ada kesalahan yang berkaitan dengan hak dasar dalam menafsirkan dan menerapkan hukum yang berada di bawah Konstitusi.
Contoh: Pernyataan sehubungan dengan cacat yang terdapat dalam contoh kita sebelumnya dijatuhkan oleh pengadilan khusus dengan melanggar hak didengar secara hukum, jika objek penjualan yang dikirim lain dengan yang dipesan dan seandainya pengadilan khusus melewatkan penjabaran fakta ini berikut bukti-buktinya.
- Dalam kaitan ini orang juga harus membedakan berbagai bidang hak asasi. Tidak dalam semua bagian-bagian hak dasar Mahkamah Konstitusi Federal menyelidiki sama dalamnya. Di sini hal ini adalah kesalahan mengartikan jangkauan dari hak-hak asasi. Keputusan awal untuk hal ini adalah BVerfGE 30, 173 <188> (Mephisto): Mahkamah Konstitusi Federal menurut hal ini harus memeriksa apakah keputusan-keputusan pengadilan yang digugatkan dalam penerapan norma-norma perdata dilandaskan pada konsepsi yang pada dasarnya tidak benar dari makna hak-hak asasi atau apakah hasil penafsiran itu sendiri melanggar hak-hak asasi yang dituntutkan. Kecenderungan yang membatasi atau yang menyatakan lebih tepat terdapat dalam BVerfGE 62, 230 <243> (di bawah penunjukkan kepada BVerfGE 42, 143 <148>); Mahkamah Konstitusi Federal hanya berkewajiban untuk menjamin diperhatikan norma-norma dan tolok ukur berdasarkan hak asasi oleh pengadilan-pengadilan saja. Dalam kerangka ini Mahkamah Konstitusi Federal harus memeriksa apakah keputusan-keputusan yang diambil memperlihatkan adanya kesalahan penafsiran yang dilandaskan pada pengertian yang pada dasarnya salah dari makna hak asasi, terutama dalam hal cakupan lingkup perlindungannya, dan juga cukup menentukan untuk kasus-kasus hukum nyata.
Latar belakang untuk itu adalah bahwa Mahkamah Konstitusi Federal tidak berhak untuk memeriksa kembali apakah pengadilan-pengadilan telah mengejawantahkan hak-hak asasi dalam setiap butir-butirnya atau sesuai dengan yang dicita-citakan. Hal ini seyogianya akan mengarah kepada pemeriksaan isi sepenuhnya dan juga pada legalitas putusan-putusan tersebut (bdk. BVerfGE 65, 317 <322>; 81, 29).
- Sebagai kasus terakhir bisa disebutkan terlampauinya batas-batas hukum ketatanegaraan oleh penerapan penafsiran hukum sendiri oleh hakim (tambahan mengenai ini bukti-bukti dari makalah dan problematik “Pembatalan Keputusan Pengadilan-Pengadilan Tertinggi Federal”).
D. Isu-Isu Proses
Guna meringankan beban mahkamah konstitusi orang dapat menetapkan bahwa bukan badan peradilan lengkap yang setiap kali bekerja guna memeriksa pengaduan-pengaduan konstitusional, melainkan hanya sebagian dari badan peradilan tersebut. Di Jerman telah diterapkan sistem yang disebut sistem Kammer (Dewan Hakim). Menurut sistem ini, dalam setiap Majelis Hakim, Dewan-Dewan Hakim memeriksa terlebih dahulu permisibilitas sebuah pengaduan konstitusional dan juga ada tidaknya alasan untuk itu. Dewan-Dewan Hakim terdiri dari tiga anggota dan harus memutuskan dengan suara bulat dalam hal penolakan pengaduan konstitusional atau dalam hal dikabulkannya (masalah hukum ketatanegaraan sudah dijernihkan oleh keseluruhan badan peradilan). Apabila suara bulat tidak tercapai, maka Majelis Hakim sebagai satu kesatuan lengkaplah yang berwenang memutuskan.
Oleh karena di Jerman kedua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Federal masing-masing hanya beranggotakan delapan orang, maka sudah sejak dibentuknya tiga Dewan Hakim (jumlah yang sudah lazim sejak puluhan tahun) satu orang anggota dipekerjakan dalam dua Majelis Hakim, agar Dewan-Dewan Hakim tersebut menjadi lengkap.
No comments:
Post a Comment