Kampusku.Com: PENYIDIKAN DAN KEWENANGAN PENYIDIK DI BIDANG CUKAI

Cari Makalah

Wednesday, October 19, 2011

PENYIDIKAN DAN KEWENANGAN PENYIDIK DI BIDANG CUKAI


KEWENANGAN DI BIDANG CUKAI Bagian Pertama Umum Pasal 33 (1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan untuk melaksanakan Undang-undang ini. (2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut. (3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. (4) Ketentuan tentang tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 34 (1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta bantuan angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya. (2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk memenuhinya. Bagian Kedua Pemeriksaan Bangunan dan Sarana Pengangkut Pasal 35 (1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai. (2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai. (4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh Barang Kena Cukai. (5) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pasal 36 (1) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan dan menyerahkan catatan atau dokumen yang wajib diadakan berdasarkan Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan. (2) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan yang tidak menyediakan tenaga atau peralatan atau tidak menyerahkan catatan, dokumen atau pembukuan perusahaan pada waktu dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pasal 37 (1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta Barang Kena Cukai yang berada di atasnya. (2) Pengangkut wajib menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut Undang-undang ini. (3) Sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain, dikecualikan dari pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengangkut yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pasal 38 (1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal. (2) Surat Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk melakukan: a. pengejaran orang dan/atau Barang Kena Cukai yang memasuki bangunan; b. pemeriksaan bangunan atau tempat lain oleh Pejabat Bea dan Cukai yang secara tetap ditunjuk untuk melakukan pengawasan atas bangunan atau tempat lain. Pasal 39 (1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan, atau dokumen yang diwajibkan oleh Undangundang ini dan pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai serta sediaan Barang Kena Cukai dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 untuk keperluan audit di bidang cukai. (2) Barangsiapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa benda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Bagian Ketiga Penyegelan Pasal 40 Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai guna pengamanan cukai. BAB XVIII PENYIDIKAN Pasal 63 (1) Pejabat Pengawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang cukai. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kewajibannya berwenang: a. menerima laporan atau keterangan dari seorang tentang adanya tindak pidana di bidang cukai; b. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; c. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang cukai; d. memotret dan/atau merekam melalui media audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang cukai; e. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini dan pembukuan lainnya; f. mengambil sidik jari orang; g. menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan; h. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang cukai; i. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang cukai; j. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang cukai; k. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. l. menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana di bidang cukai serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; m. menghentikan penyidikan; n. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 64 (1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai. (2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, menjalankan usaha Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 51 Pengusaha Pabrik yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang tidak melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 52 Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang mengeluarkan Barang Kena Cukai dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan Tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 53 Barangsiapa membuat, menggunakan, atau menyerahkan buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19, atau dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 54 Barangsiapa menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 55 Barangsiapa secara melawan hukum: a. membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau b. membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; atau c. mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang sudah dipakai, dipidana dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak dua puluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 56 Barangsiapa menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan Barang Kena Cukai yang berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 57 Barangsiapa tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau denda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 58 Barangsiapa menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai kepada tidak berhak, atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai yang bukan haknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau\ denda paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pasal 59 (1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya. (2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama enam bulan. Pasal 60 Tindak pidana dalam Undang-undang ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana. Pasal 61 (1) Jika suatu tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap: a. badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut; dan/atau b. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya. (2) Tindak pidana menurut Undang-undang ini dianggap dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi tersebut, tanpa memperhatikan apakah orangorang itu masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. (3) Jika suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, perseroan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi pada waktu penuntutan diwakili oleh seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus, atau jika ada lebih dari seorang pengurus oleh salah seorang dari mereka itu dan wakil tersebut dapat diwakili oleh seorang lain. (4) Terhadap badan hukum, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, atau koperasi yang dipidana berdasarkan Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda. Pasal 62 (1) Barang Kena Cukai yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dirampas negara. (2) Barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dapat dirampas untuk negara. (3) Ketentuan tentang penyelesaian atas barang yang dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dia tur lebih lanjut oleh Menteri. BAB II BARANG KENA CUKAI, TARIF CUKAI, DAN HARGA DASAR Bagian Pertama Barang Kena Cukai Pasal 4 (1) Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari: a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. (2) Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Tarif Cukai Pasal 5 (1) Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya: a. dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Pabrik; atau b. lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran. (2) Barang Kena Cukai yang diimpor dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya: a. dua ratus lima puluh persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk; atau b. lima puluh lima persen dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Eceran. (3) Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan Barang Kena Cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya. (4) Ketentuan tentang besarnya tarif cukai untuk setiap jenis Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Bagian Ketiga Harga Dasar Pasal 6 (1) Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran. (2) Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang diimpor adalah Nilai Pabean ditambah Bea Masuk atau Harga Jual Eceran. (3) Ketentuan tentang penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri.

No comments:

Post a Comment