BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan
Rumah tanggga merupakan unit yang
terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendiri
dasar dalam membina dan terwujudnya suatu Negara. Indonesia sebagai Negara yang
berlandaskan Pancasila yang didukung oleh umat beragama mustahuil bisa
terbentuk rumah tangga tanpa perkawinan. Karena perkawinan tidak lain adalah
permulaan dari rumah tangga. Perkawinan merupakan aqad dengan upacara ijab
qobul antara calon suami dan istri untuk hidup bersama sebagai pertalian suci (sacral), untuk menghalalkan hubungan
kelamin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga dalam
memakmurkan bumi Allah SWT yang luas ini. Dengan perkawinan terpeliharalah
kehormatan, keturunan, kesehatan jasmani dan rohani, jelaslah nasab seseorang.1
|
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga menurut Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dapat dikategorikan sebagai berikut : kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga. Yang dimaksud dengan
kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan
seksual meliputi : pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Stigmatisasi bahwa pemegang kendali
dalam rumah tangga adalah suami juga merupakan dampak ketidaksetaraan kekuatan
yang ada dalam lingkungan keluarga.
Sehingga suami menganggap bahwa istri tidak perlu bekerja dan hanya
bergantung kepada suami. Hal
ini menjadikan suami dapat bertindak semena-mena terhadap istri. Tindakan
semena-mena yang di maksud dalam hal ini adalah pemegang kendali keuangan
adalah suami sedangkan istri hanya berhak menerima apa yang telah diberikan
suami. Hal semacam ini kerap kali terjadi bahkan perlakuan semacam ini telah
mengarah pada sebuah penelantaran terhadap istri dalam kehidupan rumah tangga.
Kekerasan yang dialami istri merupakan kekerasan
yang tidak sewajarnya dilakukan oleh seorang suami, dimana seorang istri
memiliki hak asasi untuk hidup bahagia. Kekerasan yang
dilakukan suami kepada istri banyak bentuknya, yaitu kekerasan fisik, seperti
menjambak, memukul, bahkan menendang, dan kekerasan seksualitas, hal ini
mengakibatkan bekas luka pada tubuh seorang istri.
Untuk
mengatasi kekerasan dalam rumah tangga maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Diundangkannya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 ini diharapkan dapat meminimalisir kekerasan
yang sering dialami oleh istri.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu bentuk dan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan,
sehingga segala bentuk diskriminasi dihapus dan istri sebagai korban kekerasan
terus mendapat perlindungan dari negara dan masyarakat agar terhindar dan
terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan. penyiksaan. perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan
perwujudan ketidakadilan yang disebabkan ketidakseimbangan dinamika hubungan
antara laki-laki dan perempuan, yang disebut ketidakadilan gender. Adapaun ketidakadilan gender termanifestasi dalam :
Pertama, terjadi marginalisasi (pemiskinan
ekonomi terhadap kaum perempuan). Marginalisasi
perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, juga terjadi dalam rumah
tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan
perempuan. Kedua, adanya stereotipe (pelabelan negatif) terhadap jenis kelamin
tertentu. Dan akibat dari stereotipe itu terjadi diskriminasi serta berbagai
ketidakadilan lainnya. Ketiga, adanya kekerasan (Violence) yaitu
serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
Kekerasan ini mencakup kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan,
sampai kekerasan dalam bentuk halus seperti pelecehan dan penciptaan
ketergantungan. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan
kekuatan yang ada dalam masyarakat.2
Fakta-fakta tragis tersebut di atas merupakan betapa lemahnya
perlindungan hukum dan sosial bagi kaum perempuan akibat kekerasan tersebut. Dengan sistem budaya patriarkal yang
mensubordinatkan perempuan dalam semua fungsi dan posisinya, dan didukung dengan
lemahnya perlindungan hukum, menjadikan posisi dan martabat perempuan di
masyarakat sebagai kelompok yang rentan terhadap segala bentuk kekerasan.
Pelaksanaan
Undang-Undang ini perlu didukung seluruh lapisan masyarakat. Saat ini lembaga
selain atau diluar pemerintah yang sering menangani masalah korban kekerasan
dan perduli terhadap masalah perempuan adalah LSM (lembaga Swadaya Masyarakat).
Oleh karena
itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perlindungan hukum
terhadap korban kekerasan dan penelantaran dalam rumah tangga, maka penulis
memilih judul penelitian Analisis Yuridis Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap
Istri Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2004 (Studi Kasus Putusan Nomor : 509/Pid.Sus/2010/PN.Tng)“
B. Pokok Masalah
Dari sekilas uraian
diatas maka penulis mengambil beberapa pokok permasalahan yang akan diuraikan
lebih lanjut dalam penulisan ini, yaitu :
- Bagaimana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dapat terjadi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004?
- Bagaimana upaya hukum yang ditempuh oleh istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga ?
1 H.Bgd, M. Letter, Tuntutan Rumah
Tangga Muslim dan Keluarga Berencana, Angkasa Raya, Padang, 1985, hlm.7.
2 Mansour Fagih, 1996, Analisa
Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 72-75.
No comments:
Post a Comment