BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi, aktivitas kehidupan manusia seakan tidak
mengenal batas ruang dan waktu dimana dengan didukung oleh derasnya arus
informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, kualitas
dan kuantitas kejahatan semakin meningkat dengan modus operandi yang lebih
bervariasi dan canggih serta sulit pembuktiannya mulai dari kejahatan yang
bersifat konvensional, kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih sampai
pada kejahatan yang aktivitasnya lintas negara (kejahatan transnasional).
Situasi dan kondisi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi
Polri sebagai institusi yang dipercaya masyarakat dalam melindungi, mengayomi
dan melayani masyarakat, menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat. Terkait dengan hal tersebut berbagai pola perpolisian terus
dikembangkan, hingga diharapkan mampu menekan terjadinya setiap permasalahan
kehidupan mayarakat agar tidak terjadi kejahatan atau gangguan kamtibmas
lainnya.[1]
Kepolisian Republik Indonesia mengemban dua tugas pokok antara lain
Tugas Preventif dan Tugas Represif. Tugas Preventif dilakukan berupa
patroli-patroli yang dilakukan secara terarah dan teratur, mengadakan tanya
jawab dengan orang lewat, termasuk usaha pencegahan kejahatan atau pelaksanaan
tugas preventif, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. Sedangkan
tugas represif dilakukan dengan menghimpun bukti-bukti sehubungan dengan
pengusutan perkara dan bahkan berusaha untuk menemukan kembali barang-barang
hasil curian, melakukan penahanan untuk kemudian diserahkan ke tangan kejaksaan
yang kelak akan meneruskannya ke Pengadilan.[2]
Dari kesemua penjabaran tugas Kepolisian diatas, tugas Kepolisian
yang dinilai paling efektif untuk menanggulangi terjadinya kejahatan dalam penanggulangan
dan pengungkapan suatu tindak pidana adalah tugas preventif karena tugas yang
luas hampir tanpa Batas; dirumuskan dengan kata-kata berbuat apa saja boleh
asal keamanan terpelihara dan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Preventif
itu dilakukan dengan 4 kegiatan pokok; mengatur, menjaga, mengawal dan patroli
(TURJAWALI). Patroli merupakan kegiatan yang dominan dilakukan, karena
berfungsi untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan agar tidak
terjadi gangguan Kamtibmas/pelanggaran Hukum dalam rangka upaya
memelihara/meningkatkan tertib hukum dan upaya membina ketentraman masyarakat
guna mewujudkan/menjamin Kamtibmas.
Setiap wilayah mempunyai keadaan sosial, budaya dan kultur yang
berbeda, hal itu menyebabkan kejahatan disatu tempat berbeda dengan tempat
lainnya, kejahatan dikota Medan belum tentu sama cara, dan penyebab yang
melatarbelakangi bila dibandingkan dengan kota Jakarta, Masyarakat senantiasa
berproses, dan kejahatan senantiasa mengiringi proses tersebut, sehingga
diperlukan pengetahuan untuk mempelajari kejahatan tersebut, mulai dari
pengetahuan tentang pelaku, sebabsebab pelaku tersebut melakukan kejahatan,
sampai dengan melakukan kejahatannya. Pengetahuan itupun telah dipergunakan
oleh P.Topinand (1879), seorang antropologi Perancis. Sebelumnya ia menggunakan
istilah antropologi kriminal dan kemudian menggunakan istilah kriminologi.
Kriminologi berasal dari kata Crimen yang berarti kejahatan dan Logos
berarti ilmu/pengetahuan. Jadi Kriminologi berarti ilmu/pengetahuan
tentang kejahatan.[3] Patroli polisi dilakukan untuk
mengetahui tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat dan budayanya sehingga
diketahuilah rutinitas masyarakat disatu tempat yang akhirnya apabila suatu
hari ditemukan hal-hal yang diluar kebiasaan daerah tersebut maka akan segera
diketahui, dan mudah menanggulangi kejahatan diwilayah tersebut. Dengan
demikian masyarakat dapat merasa lebih aman dan merasakan adanya perlindungan
dan kepastian hukum bagi dirinya. Disamping itu kita juga harus menyadari dan
mengakui bahwa masyarakat juga harus turut berperan serta aktif untuk
menciptakan keamanan dan ketentraman ditengah-tengah masyarakat.
Pada daerah tertentu seperti daerah lampu merah, tempat hiburan dan
tempat rawan kejahatan lainnya merupakan sasaran utama bagi petugas patroli
polisi tersebut. Fungsi patroli di dalam kepolisian diemban oleh Satuan
Samapta, Satuan Lalu Lintas, dan Satuan Pam Obsus, satuan-satuan tersebut
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan keamanan dan ketertiban baik dijalan,
disekolah, kantorkantor, objek pemerintahan, dan tempat umum lainnya.
Patroli, pengaturan, penjagaan dan pengawalan serta pelayanan
masyarakat adalah tugas-tugas essensial dalam tindakan perventif, yang sasaran
utamanya adalah menghilangkan atau sekurang-kurangnya meminimalisir bertemunya
niat dan kesempatan terjadinya pelanggaran atau kejahatan. Satuan Samapta yang
bertugas 24 jam merupakan divisi terbesar dalam kesatuannya baik diIndonesia
maupun didunia,[4] Satuan Lalu Lintas yang bertugas dalam
lingkup lalu lintas, dan Sat Pam Obsus yang bertugas melindungi objek-objek
khusus adalah merupakan satuan-satuan yang dengan cara hampir sama dalam
pelaksanaannya memiliki fungsi patroli. Ketiganya mengemban tanggung jawab
berat yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan operasi rutin kepolisian maka tugas patroli
diarahkan dan digunakan untuk menekan jumlah terjadinya kejahatan yang
dikaitkan analisa anatomi kejahatan yang meliputi antara lain jam rawan, tempat
rawan, dan cara melakukan kejahatan yang sangat efektif mampu mencegah
kejahatan dan menghadirkan ketertiban umum, yang merupakan syarat mutlak
peningkatan kualitas hidup dan ketentraman masyarakat.[5] Kemudian bila nantinya dengan Keputusan
Kepala Satuan berdasarkan saran dan perkiraan staf maka diadakan operasi
khusus.
Dari uraian fakta tersebut diatas mendorong penulis sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk meneliti dan menulis
skripsi perihal “Tinjauan Kriminologi
Terhadap Fungsi Patroli Polisi Dalam Penanggulangan Suatu Tindak Kejahatan.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dari penulisan skripsi
ini adalah :
1.
Bagaimanakah bentuk-bentuk patroli yang dilaksanakan oleh aparat
kepolisian sebagai salah satu usaha dalam penanggulangan tindak kejahatan
2.
Sejauhmanakah peranan dan tanggung jawab POLRI dalam menanggulangi
suatu tindak kejahatan
3. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi POLRI
dalam melakukan fungsi patroli dimasyarakat.
[1] Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. 7
Tahun 2006 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, hal
1.
[2] Gerson W. Bawengan, Masalah kejahatan dengan
sebab-akibat, Jakarta;Pradya Paramita, 1977, hal.124
[4] www.polri.go.id, Samapta Bhayangkara,
akses tanggal 15 September 2007
No comments:
Post a Comment